Minggu, 17 September 2017

Pengusaha Sukses Berusia 13 Tahun




Pengusaha Sukses - Siapa sangka anak SMP ini berhasil jualan. Sukses wirausaha diusia muda, baru 13 tahun, Andra Fatih telah menunjukan kepada kita pentingnya kreatifitas. Memupuk kreatifitas memang susah. Tapi hasilnya bisa jadi wirausaha atau entrepreneur muda layaknya Andra.





Fokus usaha Andra adalah lukisan cat air dan kaca ukir. Usaha tersebut tidak lahir dengan inisiatifnya tiba- tiba sendiri. Itu merupakan salah satu materi ketrampilan di sekolah. Andra mengembangkan sendiri jadi wirausaha.

Pelajaran tersebut mengajarkan Andra bagaimana mengolah. Menjadikan barang tidak berguna menjadi bernilai uang. Di situlah, dia dan beberpaa teman, menjual hasil produksi mereka sendiri. Butuh sebuah pengorbanan agar sampai disana. Bahan baku bisnis ini ternyata diluar dugaan, mahal kalau dihitungkan.

Selain itu sebagai pelajar dia terbentur waktu. Bagaimana cara menyimbangkan antara sekolah dan mulai menggeluti wirausaha. Padahal ukiran dan lukisan tidak bisa selesai sehari jika berjeda. Memang masih dalam jumlah terbatas. Dia masih memproduksi kecil- kecilan dan dijual ke sekitaran saja.

Satu lukisan atau kaca ukir dijualnya Rp.100- 150 ribu. Semua didasarkan harga bahan baku dan tingkatan kesulitannya.Keluarga Andra sendiri sangat mendukung. Meskipun belum yakni menjadi entrepreneur, tetapi dia sudah memupuknya. "Mungkin saja pas besar nanti kita bisa bikin peluang usaha sendiri."
Siapa sangka anak SMP ini berhasil jualan. Sukses wirausaha diusia muda, baru 13 tahun, Andra Fatih telah menunjukan kepada kita pentingnya kreatifitas. Memupuk kreatifitas memang susah. Tapi hasilnya bisa jadi wirausaha atau entrepreneur muda layaknya Andra.

Fokus usaha Andra adalah lukisan cat air dan kaca ukir. Usaha tersebut tidak lahir dengan inisiatifnya tiba- tiba sendiri. Itu merupakan salah satu materi ketrampilan di sekolah. Andra mengembangkan sendiri jadi wirausaha.

Pelajaran tersebut mengajarkan Andra bagaimana mengolah. Menjadikan barang tidak berguna menjadi bernilai uang. Di situlah, dia dan beberpaa teman, menjual hasil produksi mereka sendiri. Butuh sebuah pengorbanan agar sampai disana. Bahan baku bisnis ini ternyata diluar dugaan, mahal kalau dihitungkan.

Selain itu sebagai pelajar dia terbentur waktu. Bagaimana cara menyimbangkan antara sekolah dan mulai menggeluti wirausaha. Padahal ukiran dan lukisan tidak bisa selesai sehari jika berjeda. Memang masih dalam jumlah terbatas. Dia masih memproduksi kecil- kecilan dan dijual ke sekitaran saja.





Satu lukisan atau kaca ukir dijualnya Rp.100- 150 ribu. Semua didasarkan harga bahan baku dan tingkatan kesulitannya.Keluarga Andra sendiri sangat mendukung. Meskipun belum yakni menjadi entrepreneur, tetapi dia sudah memupuknya. "Mungkin saja pas besar nanti kita bisa bikin peluang usaha sendiri."
 Pengusaha Sukses

Jumat, 15 September 2017

Wirausaha Kue Carang ala Mantan TKI yang Sukses







Wirausaha Kue Carang Sukses - Hujan emas di negeri orang tidak selamanya indah. Sebaiknya tempat beristirahat, ya, dimana lagi kalau bukan tanah kelahiran sendiri. Pasangan TKI ini merasakan betul susahnya menjadi buruh migran. Keduanya sepakat membuka usaha sendiri dan berhasil.

Namanya Krisna Adi (43) dan Ani Sugiyanti (28) asal Banyuwangi, keduanya mantan TKI di Taiwan yang dikenal bebas kekerasan. Toh, keduanya tetap memilih mencari uang di negeri sendiri, caranya adalah apa yang mereka kumpulkan sebagai buruh dijadikan modal usaha kue.



Bisnis bersama

Modalnya minim tetapi mereka bertekat kuat. Usaha mereka lantas menjadi oleh- oleh buat rekan- rekan sesama buruh migran. "Sebelum ini, saya usaha antara jemput TKI dan banyak nganggurnya," ujar Krisna. Ia menambahkan apa mereka usahakan mereka sekarang adalah kue- kue tradisional.

Ada keciput, kuping gajah, pastel kering, dan carang emas. Keduanya berawal dari menjualkan apa yang dibuat sesama mantan TKI. Mereka yang telah tergabung di dalam Keluarga Migran Indonesia (KAMI) Banyumangi. Lewat organisasi tersebut mereka saling bertukar keahlian, mereka saling memasarkan produk mereka.

Kebanyakan menurut Krisna, para TKI kebingungan ketika sudah pulang kampung mau apa. Maka mereka hadir merangkul mereka ke jalan kewirausahaan. Mereka sudah siapkan modal dan skill, "...mau belajar ya monggo". Prinsip usaha dijalankan ialah saling bahu- membahu. 

"Jadi salah satu teman ada kelebihan biar diajarkan ke orang lain," tuturnya.

Jadi ketika mereka pulang tidak ingat Taiwan lagi. Apalagi Banyuwangi sudah berkembang tidak seperti dulu lagi. Bagaiman prospek bisnis kue ini. Terutama ketika Lebaran, mereka memproduksi sampai empat kuintal kue. Mereka juga melayani ekpor loh, harganya juga menyesuaikan harga ongkos kirim yang lumayan.

Pastel saja bisa sampai 1 kuintal sebelum bulan puasa. Untuk jajanan favorit namanya carang emas karena itu jajanan langka. Harga jualnya sampai Rp.40.000/kg, harga luar dan ekspor sama. Carang emas sendiri dibuat dari bahan potongan ketela dibentuk membulat dan dibalut gula merah.

Resep carang emas sendiri dipelajari Ani dari ibunya. Dia mengaku awalnya mengalami kesulitan.Setelah ia coba beberapa kali baru dia bisa. "Saya belajar 1kg, ubinya itu lember. Sudah tak sisihkan, bikin lagi agak keras, sampai ada yang jadi batu," imbuhnya. Belajar terus sampai benar- benar bisa dibuat sesuai resepnya.

Akhirnya habis 20kg baru bisa sempurna. Itu semua berkat Google dan YouTube loh. Ani tidak cuma bisa menggantungkan resep keluarga. Pesanan dalam negeri kebanyakan merupakan mereka eks- TKI, yang mana dijadikan buah tangan buat keluarga di rumah.







Satu kali pengiriman bisa mencapai 6kg kue. Lokal pengiriman ke Trenggalek, Malang, Blitar, Madiun, Ponorogo, Yogyakarta, Pacitan, Jakarta, Lampung, pembeli merupakan mantan TKI dan sanak keluarganya. Carang mas memang primadona, bahkan sampai 65kg dikirim ke Trenggalek.

Pengusaha Permen Sukses ala Rosemerie





PENGUSAHA PERMEN SUKSES - Jika orang Filipina atau orang Pinoy berpikir tentang permen, maka bisa dipastikan tidak ada terbersit dalam pikiran mereka sebuah ide bisnis. Inilah kenapa Rosemerie "Bubu" Andrew melihat peluang bisnis tersebut ketika orang lain tidak pernah terpikirkan.

Dia bersama sang suami, Ricky Andreas, memulai bisnis permen pada 1996, yang kemudian diberi namanya Candy Corner, dimana bisa meledak menghasilkan banyak gerai di mal- mal.

Rose membawa permen yang tidak ada di negaranya. Konsep bisnisnya adalah mencampur permen, kita tinggal mengambil apa yang kita suka sedikit, ditambah ini- itu dijadikan satu kemudian tinggal membayar. Ia melihat konsep ini di negara lain. Dan dia yakin orang Filipina akan senang melakukan hal yang sama.

Tantangan bisnis


Tantangan berbisnis ini adalah tempat jualan. Karena permen itu murah, jadi kita butuh banyak orang yang membeli, bagaimana caranya agar banyak orang lewat di sana. Rose mengaku betul bahwa biaya sewa di mal mahal. Tetapi mereka meyakini memiliki kemampuan untuk menarik pembelian.

Tantangan lainnya adalah masalah jumlah permen. Perlu diketahui Rose tidak bisa sembarangan mengimpor permen. Karena jika impor akan dihitung kiloan, semakin banyak impor, maka biaya pengiriman akan makin membengkak sedangkan harga jual harus murah.

Lambat laun mereka menjadi pemain besar di bisnis permen. Bukan lagi beberapa tetapi sampai kontainer berisi permen. Candy Corner menjadi pemilik retail permen serta vendor bagi penjual kecil. Apa yang bisa membuat bisnis mereka tetap menghasilkan volume penjualan tetap.

Ialah bagaiman mempertahankan level kegembiraan dan ekslusipan. Ada standarisasi dalam pengiriman permen cokelat ke grosir, supermarket, ke pasar malam, dan outlet kecil, dimana semakin banyak varian, rasa, jenis, permen yang dijual Candy Corner.

Mungkin hal paling membanggakan adalah, fakta bahwa Rose merupakan ibu dari tiga orang anak. Rose mengatakan bahwa keluarga adalah nomor satu. Jika bukan karena mereka yang mendukung bisnis ini maka bisa dipastikan semua tidak akan terjadi.







"Jika mereka membutuhkan aku setiap waktu, aku tidak akan pernah sukses mengerjakan pekerjaan dan juga rumah tangga, jadi aku mengajarkan mereka independensi sejak dini," paparnya.

Dia membawa pembelajaran tentang pentingnya kejujuran, apalagi jika menyangkut akademis. Sebagai seorang mompreneur, Rose juga aktif dalam organisasi bernama Entrepreneur's Organization (EO). Tujuan utamanya membangun koneksi, bagaimana menjadi seimbang antara bisnis dan pribadi, mengisi hidup lebih lagi.

"Aku adalah wirausahawan ibu," ia lanjutkan, "Aku bahagia dengan pernikahanku, dan Ricky dan aku yang membesarkan 3 anak yang menakjubkan sedangkan tetap aktif dalam EO," tegasnya.

Bisnis penuh rintangan


Bisnis ini sempat booming pada era 90' an, tetapi lain ceritanya jika kita berbicara kita berbisnis pada tahun milenia ini. Tetapi mereka membuktikan mampu bertahan dengan berbagai strategi. "Permen dilihat sebagai cara membuat orang senang. Itu adalah hadiah kecil murah."

Diantara kisah bertahannya tersimpan kisah pilu jatuh- bangun. September 1999, pusat bisnis mereka yang ada di Bagong Ilog, Pasig City, terbakar hingga habis. Mereka mendapatkan telephon pada malam harinya. Begitu pagi harinya mereka tiba, itu semua sudah terlambat!

"Apinya terlalu besar untuk dikendalikan," ujar Ricky.

Mereka tidak bisa melakukan apapun kecuali menonton. Mereka kehilangan apapun semua kantornya itu hangus terbakar. Di dalamnya ada inventaris senilai $129.192,66, dan totalnya adalah $193.788,99. Yang tersisa adalah boks anti- api dan sebuah map berisi buku check, buku pass, dan tiga gulung tisu toilet.

Rose mengatakan mereka butuh seminggu untuk recover. Mereka pindah ke kantor lain di New Manila, untung surat asuransi masih ada di dalam boks anti- api. Semuanya sedang dipersiapkan namun sayangnya, pihak asuransi menolak menanggung semuanya walaupun mereka sudah lama berasuransi.

Beruntung mereka sudah membuat periapan terpisah. Dimana semua tentang hari Natal sudah dipersiapkan. Dimana semua stok permen sudah ada di tempat masing- masing. Persiapan yang sudah matang untuk dua bulan ke depan.

Sambil menyusun kembali inventory, mereka meminta tambahan waktu buat memperpanjang kredit tempat mereka. Disisi lain, mereka mencari hutang kanan dan kiri, dari teman, bank. Mereka juga harus berurusan dengan kantor pemerintah untuk mengurus dokumen- dokumen.

Mereka harus merendahkan harga diri mereka. Memohon kepada suplier untuk menghandle pembayaran lebih lama dan tetap mensuplai. Mereka meminta pinjaman lagi ke manapun. Mereka tetap berekspansi meskipun modalnya terbatas. Mereka mulai berhemat mengendalikan pengeluaran mereka ke depan.

"Itu menyangkut banyak kesabaran, fokus, tidur sampai larut malam -dan, ya, menahan semua tekanan dari luar," tutur Rose.

Rose -yang merupakan lulusan Asian Institute of Management, mengambil Master di Entrepreneurship- meyakinkan diri untuk menahan kredit mereka. Pembayaran apapun tertunda tidak bisa dihindari. Tetapi dia mampu meyakinkan suplier, kreditur, investor, dan meyakinkan mereka bahwa bisnis mereka akan terbayar.

Semua hal tersulit berjalan selama lima tahun. Pada 2005, semua kredit mereka sudah terbayar, dan arus kas sudah berjalan. Tidak ada solusi cepat. Orang terdekat mereka cuma menyarankan untuk menabung ke 10 tahun kedepan. Dan itu tidak ada lagi saran lebih baik lagi dibanding semuanya.





Menyerah bukanlah pilihan, Rose mangatakan, tetapi godaan untuk itu akan selalu datang. Agar mereka tetap pada tekatnya, termasuk membuat waktu keluarga ke luar negeri bersama. Mereka meyakinkan diri untuk tetap bersama bangkit. "Api itu mungkin masalah terbesar dan tersulit pernah kami alami," tutupnya.

Rabu, 13 September 2017

Wirausahawan Muda Pemilik Men's Republic

Never to young to  become a billlionare, ya mungkin kata singkat itu adalah segalanya bagi pengusaha muda nan sukses ini. Namanya Yasa Paramita Singgih lahir di Bekasi 23 April 1995. Terlahir di keluarga yang sederhana, Yasa adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara, Prajna, Viriya dan Yasa sendiri. Ayahnya bernama Marga Singgih dan Ibunya bernama Wanty Sumarta. Dengan dilatar belakangi ingin mandiri sejak muda dan membantu perekonomian keluarga, Yasa selalu bekerja keras untuk dapat sukses seperti sekarang. Yasa berhasil menyelesaikan SD Ananda dan SD Surya Dharma serta berhasil menempuh sekolah menengah atas di SMA Regina Pacis di Jakarta. Semangat untuk mebahagiakan orang tua mengantarkan ia pada jalan yang tidak mudah untuk menggapai kesuksesannya.




Sejak usia 15 tahun Yasa sudah mulai mencari uang sendiri dengan bekerja di beberapa event organizer milik temannya. Di usia yang sama ia pernah beberapa kali berjualan online, tetapi hasil yang ia dapat tidak sesuai harapan. Seseorang yang memberikan dirinya titik balik adalah ayahnya Marga Singgih yang menderita penyakit jantung saat Yasa masih duduk di bangku sekolah menengah pertama kelas 3. Guna mencari uang sendiri Yasa pernah menjadi pembawa acara. Ia juga sempat menjadi pembawa acara di sebuah pusat perbelanjaan dan dalam seminggu Yasa mendapat bayaran Rp.350.000 setiap kali tampil sehari.








Dengan bermodal nekat saja Yasa bisa tampil di 3 acara dalam sehari. Untuk seusia Yasa yang saat itu masih 15 tahun dan masih duduk di bangku SMP, Yasa sudah terampil untuk menjadi pembawa acara di acara biasa juga acara dewasa bahkan tidak jarang Yasa menjadi pembawa acara di acara rokok yang diperuntukkan untuk kisaran anak diatas 18 tahun. Tapi semua itu Yasa lalui karena untuk melatih mentalnya.” Awalnya karena terpaksa, menjadi bisa dan terbiasa “ ujar Yasa. Usahanya dimulai selepas dia lulus dari SMA Regina Pacis di Jakarta. Sebuah buku yang berjudul “The Power of Kepepet” adalah salah satu yang membakar semangatnya untuk berbisnis.
Bukan pembisnis namanya jika tidak pernah mengalami kegagalan. Usaha Yasa untuk menjadi pembisnis sukses tidak mulus. Yasa pernah membeli kaos dengan jumlah banyak di Tanah Abang dan menghabiskan sekitar 4 juta untuk kaos yang dibelinya dan dijual kembali. Dia juga menjual kaos hasil desainnya sendiri dan hanya terjual 2 buah saja, salah satu pembelinya-pun ibunya sendiri.  Usaha lain yang pernah Yasa buat adalah ia membuat toko online  yaitu“Men’s Republic”. Kerugian yang pernah Yasa alami bisa dikatakan sangat banyak yaitu sekitar 100 juta, tapi tidak membuat semangatnya luntur untuk tetap melanjutkan usaha bisnisnya.




Men’s Republic adalah bisnis ketiganya yang berbasis online.  Sesuai namanya, toko yang Yasa dirikan di khususkan untuk menjual barang-barang untuk pria. Dia menjual produk buatannya sendiri dan buatan orang lain.

Wirausaha : Gurihnya Sosis Bandeng Ala Imam Tantowi



Hayo, siapa yang pernah makan makanan yang berbahan dasar ikan bandeng? Memang, diluar sana sudah banyak olahan yang berbahan dasar ikan bandeng. Tapi, pria  yang satu ini tidak kehilangan kreatifitas untuk menciptakan inovasi baru yang enak dan tentunya laris manis di masyarakat.  Pria yang bernama Imam Tantowi ini dapat mengolah ikan bandeng menjadi sosis yang gurih dengan mempertahankan kepala dan ekor bandeng itu sendiri.  Anton, begitu dia biasa disapa.

Anton merintis usahanya diakhir tahun 2005 di Bekasi. Usaha sosis ikan bandeng ini ia beri nama Izzan. Saat perusahaan tempat dia bekerja bangkrut, ide untuk memulai bisnisnya muncul dan keyakinan serta tekad yang kuat mengiringinya saat itu. Dimulai dengan modal 1 juta dan  pinjaman uang dari kakaknya, Anton memulai bisnisnya. Dibutuhkan waktu 3 bulan untuk membuat resep makanannya. Dia lalu menambahkan telor di dalam campuran dagingnya (tentunya dengan bumbu rahasia yang tidak bisa Anton bagi-bagi ya, hehehe).







Tapi, dengan berbaik hati Anton membocorkan rahasia pembuatan sosis ikan bandeng miliknya. Yang pertama : ikan bandeng, telor dan bumbudicampur, digiling satu wadah. Ikan bandeng yang dipilih Anton adalah ikan bandeng hitam, agar konsumen percaya bahwa itu terbuat dari daging bandeng asli, Anton sengaja tidak membuang tubuh bandeng itu sendiri, tapi dengan catatan bahwa tidak ada duri di tubuh ikan bandeng saat dipotong nanti.

Setelah matang, olahan trsebut diletakkan kembali di atas kerangka yang tinggal kepala dan  ekor. Sosis bikan bandeng Izzan ini dapat dikonsumsi langsung atau dipanaskan terlebih dahulu. Alasan Anton memilih bandeng hitam karena bandeng hitam adalah ikan bandeng terbaik yang  tidak mengandung lumpur sehingga dagingnya tidak berbabau lumpur. Anton selalu memilih ikan bandeng yang segar, yang biasanya dipatok seharga Rp.15.000 dan Rp.16.000 per kilogram.

Menurut Anton olahan ikan bandeng ini sudah terkenal di tiga daerah yaitu Cirebon, Banten, dan Semarang, namanya saja yang berbeda. “Kalau di Cirebon disebut bandeng gepuk, di Banten di sebut sate bandeng, sedangkan di Semarang disebut otak-otak” ujar Anton. Tetapi Anton yakin sosis ikan bandeng miliknya berbeda dengan yang lain karena resep rahasia yang dipakainya. Menurut Anton usaha makanan miliknya memiliki nilai bisnis yang tinggi, hanya saja namanya belum terlalu populer.
Jika pemasarannya diperluas lagi, Anton yakin bisnis yang dia bangun akan meraup keuntungan yang berlimpah. Anton sudah menebar produknya ke seantero Jakarta, Bogor, Tanggeran, Depok dan Makassar. Semua dipasarkan dengan bantuan delapan agen penjualan.Selain itu Anton menebar produknya ke pasar modern seperti Giant,Hero,Farmes Market Kelapa Gading dan Mall Pondok Indah 1, termasuk di jual di beberapa restoran seperti restoran sunda di Jabodetabek.







Dengan dibantu empat karyawannya, Dalam sebulan Anton mampu membuat 1.400 kardus sosis bandeng. Satu kardus berisi satu bandeng seberat 185 gram (gr). Dia menjual produknya dengan harga mulai Rp.15.000 sampai dengan Rp.17.000 per kardusnya. Untuk semakin mengembangkan usahanya, Anton berniat untuk melebarkan sayap dengan memasuki pasar Bandung. Alasannya, Bandung memiliki potensi pasar yang luas dan ramai. Karena menurut Anton kota Bandung ini kerap jadi sasaran bagi para wisatawan diakhir pekan. 

Senin, 11 September 2017

Hamzah Izzulhaq, Wirausahawan Penggemar Bisnis di Usia Muda

Wirausaha atau yang bisa  kita sebut  dengan entrepreneur adalah seseorang yang mempunyai inovasi yang baru dan unik dan nilai jual yang tinggi. Siapapun bisa ber-wirausaha, mulai dari anak kecil, remaja, maupun orang dewasa. Berikut ini saya akan mengulas sedikit cerita perjalanan seorang entrepreneur muda yang sukses dan dapat membuat anda bercak kagum.
Hamzah Izzulhaq
Hamzah Izzulhaq lahir pada 26 April  1993, ia memang dikenal dengan jiwa entrepreneur-nya sejak kecil. Pengusaha muda ini sudah banyak menarik perhatian media, apalagi dengan sifatnya yang easy going dan cerita perjalanan hidupnya membuat ia mudah dikenali.
Pemuda yang dikenal juga karena gaya bicaranya lugas dan mudah akrab bahkan berani mengambil kegagalan lebih awal. Sejak kecil Hamzah sudah  melakoni banyak usaha seperti berjualan mainan anak-anak contohnya saja kelereng. Bukan hanya itu Hamzah –pun pernah menjual koran, mengamen bahkan pernah menjadi layanan ojek payung saat hujan.
Bisnis menjual akun game online miliknya pun dia kerjakan disaat dia duduk di bangku SMA, waktu itu dia menjualnya dengan harga RP.1,2 juta. Singkat saja, bisnis yang dia tekuni berawal dari seminar bisnis pada tahun 2004. Seminar itu membuka mata Hamzah akan sebuah bisnis bimbel bagaimana seharusnya dikerjakan dan bagaimana prospeknya.
Modal yang ia gunakan untuk mengawali bisnis bimbelnya di dapat dari pinjaman ayahnya sebesar  70 juta. Tentu saja orang tua Hamzah sempat ragu saat Hamzah mengutarakan niatnya.  Tetapi jiwa pembisnis tidak akan pernah menyerah, sama halnya dengan Hamzah. Hamzah-pun tidak menyerah untuk meyakinkan orang tuanya untuk mendukung bisnisnya itu.
Setelah mendapat restu dari orang tuanya untuk menggeluti bisnis yang ia ajukan. Kemudian Hamzah langsung menghubungi pembicara seminar untuk mencari tau kelanjutan dari bisnis itu. Saat itu Hamzah mulai menekuni bidang marketing, keuangan, hingga prospek.
Dia mengambil alih suatu sistem dan semua pengajar serta melunasi utang-utangnya. Bisnis mengambil alih punya tantangan tersendiri, berbeda dengan bisnis yang dimuali dari 0. Hamzah harus memastikan keadaan bisnisnya tetap stabil dan harus menjaga komunikasi dengan para pengajar-pengajarnya, contohnya saja berdiskusi dengan mereka.
Hamzah tidak mau setengah-setengah dalam menjalankan bisnisnya. Dengan modal yang ia pinjam dari ayah ibunya sebesar Rp.70 juta, ia bertekad akan mengembalikan itu semua kepada orang tuanya yang sudah mau mendukungnya.
Hamzah bisa dikatakan mengambil alih perusahaan utuh. Hamzah belajar dengan keras serta membayar dengan biaya yang sangat mahal untuk bisnis bimbel ini. Kemampuan analisa yang ia miliki membuat Hamzah mampu bertahan dengan rasa takut kerugian yang melanda dirinya kala itu.
Kerja keras yang ia tekuni membuat Hamzah sukses dibidang bisnis bimbel ini. Bayangkan saja Hamzah berhasil mengembangkan usaha bimbelnya hingga 44 cabang. Disaat usianya 19 tahun, Hamzah sudah mendapat penghasilan 730 juta pertahunnya.
Tidak puas hanya berbisnis bimbel, Hamzah juga melebarkan sayapnya pada bisnis sofabed di Tanggerag. Hamzah Izzulhaq mempunyai prinsip untuk kita yang ingin berwirausaha, ada 5 prinsip yang ia bagi untuk kita semua antara lain :
1.      Memperbaiki kualitas hubungan dengan lingkungan. Untuk menguatkan hati dan niat kita untuk tidak takut akan kegagalan yang pasti akan dialami oleh wirausahawan adalah mencari teman yang selalu optimis, sehingga jika kita selalu berada di lingkungan yang optimis kita akan  jauh dari rasa takut akan kegagalan dan keugian.
2.      jika ingin memulai bisnis, jangan memulai dari 0. "kalau istilah tangga, ada tangga 1 sampai 5, maka kita bisa memulai dari tangga 4 atau lima. Misalnya, kita bisa meneruskan usaha yang dirintis orang lain." Tutur Hamzah
3.      Jangan pernah menjadi seorang NATO (Not Action Talk Only) .Jika kita mempunyai keyakinan kita harus membuktikan dengan aksi bukan hanya bahan wacana.
4.      Perbaiki hubungan dengan orang tua dan Tuhan.
5.      Ingatlah kepada sesama. The power of giving juga dapat membuat kita sukses.




Selasa, 22 Agustus 2017

Kolaborasi Akademik Tingkatkan Kompetensi Keilmuan

UNAIR NEWS – Berawal dari kolaborasi pelaksanaan konferensi internasional, pengajar Universitas Salahuddin-Irak tertarik untuk menjalin kerjasama dengan sivitas akademika Universitas Airlangga.
Ketertarikan itu dibuktikan dengan kunjungan penjajakan yang dilakukan oleh delegasi Salahuddin Dr. Hewa Yaseen, Jumat (26/5). Yaseen disambut oleh Wakil Rektor III UNAIR Prof. Ir. M. Amin Alamsjah, Ph.D, beserta jajaran pimpinan di Ruang Sidang Pleno.
“Capaian-capaian seperti reputasi maupun sitasi penelitian akan mungkin terjadi dengan adanya kolaborasi. Dalam hal ini Fakultas Sains dan Teknologi (FST) melihat bahwa Universitas Salahaddin memilki kemajuan yang signifikan di bidang sains dan teknologi,” tutur Amin selaku Wakil Rektor bidang Kerjasama Akademik dan Publikasi.
“Mereka ada bidang engineeringnatural science (ilmu alam), yang kemudian kerjasama dengan FST dan juga tripartit Malaysia,” imbuh Amin.
Sebelum adanya kerjasama ini, pihak sivitas akademika UNAIR pernah mengunjungi Irak untuk keperluan konferensi internasional. Di dalam konferensi tersebut, sebanyak 400 peserta dari 40 perguruan tinggi ikut dalam acara yang diselenggarakan di Erbil, Irak.
“Kedatangan delegasi Irak bertujuan untuk meluaskan kerjasama bukan hanya dengan FST, tetapi juga dengan berbagai fakultas dan itu memungkinkan,” lanjutnya.
Dengan adanya kerjasama, diharapkan dapat mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas publikasi penelitian. Selain itu, kompetensi yang dimiliki dosen juga akan meningkat berkat adanya pertukaran ilmu antara peneliti, serta mengelaborasi alat-alat penelitian yang terbaru.
Selain itu, kompetensi mahasiswa juga meningkat karena adanya mobilitas mahasiswa ke luar negeri dan sebaliknya, mahasiswa luar negeri akan datang ke UNAIR. Hal ini akan memperkaya wawasan dan pengalaman dalam transfer pengetahuan yang nantinya akan menguntungkan kedua belah pihak.
“Mereka senang dengan Indonesia karena orang-orang kita terbuka dan rendah hati sehingga membuat mereka nyaman. Itu juga yang melatarbelakangi mereka memilih Indonesia, khususnya UNAIR untuk berkolaborasi,” tutur Wakil Rektor III UNAIR.
Selain itu, kerjasama dengan universitas luar negeri akan terus dilakukan sivitas akademika UNAIR apalagi UNAIR tengah ditarget menembus posisi 500 perguruan tinggi terbaik di dunia.
Penulis: Helmy Rafsanjani
Editor: Defrina Sukma S